Friday, 24 March 2023

JURNAL DWI MINGGUAN

 


JURNAL DWIMINGGUAN MODUL 2.3

COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK

Oleh : NUR MUARIFAH

CGP ANGKATAN 7 KABUPATEN BREBES

 

Untuk menjadi guru penggerak yang hebat seorang guru perlu memahami bahwa murid kita bukanlah kertas kosong. Murid datang dengan berbagai latar belakang kemampuan dan potensi. Tugas guru adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi kuat dalam memimpin pembelajaran. Selain itu guru juga bertugas meningkatkan kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itu guru diharapkan memiliki keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan melejitkan potensi mereka. Salah satu keterampilan yang diperlukan adalah keterampilan coaching. Keterampilan coaching diperlukan karena murid adalah sosok merdeka yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya serta meningkatkan potensinya sendiri,  murid hanya memerlukan dorongan dan arahan dari guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensinya. Tentunya ini bukan hal yang mudah bagi guru selaku pemimpin pembelajaran. Dengan coaching dapat membantu guru dalam memerankan diri sebagai coach bagi murid. Agar murid menjadi lebih merdeka,  baik merdeka dalam belajar maupun merdeka dalam menentukan arah hidupnya di masa mendatang. Murid dapat hidup di masa depan dengan pengelolaan emosi, mampu bersosialisasi dengan baik, memiliki tujuan positif dan bertanggung jawab hingga akhirnya dapat hidup bahagia dan selamat. 

Prinsip dan paradigma berpikir coaching juga dapat membuat proses supervisi akademik fokus kepada pemberdayaan untuk mengembangkan kompetensi diri dan kemandirian dalam konteks sebuah instansi pendidikan. Coaching didefinisikan sebagai sebuah proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja, pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee (Grant, 1999). Dari definisi coaching miliki Grant bisa dipahami bahwa kegiatan coaching bertujuan mencari solusi, meningkatkan kinerja dan pemberdayaan diri. Elemen penting dalam coaching terdiri dari adanya coach, coachee dan proses coaching itu sendiri. 

Coaching berbeda dengan mentoring, konseling, training dan fasilitasi. Perbedaan antara coaching, mentoring, konseling dan fasilitasi adalah, mentoring adalah proses seseorang membantu orang lain dengan berbagi pengalaman yang pernah dilakukan hingga seseorang tersebut mampu mendapatkan pengetahuan baru dan melakukan perubahan atau perkembangan dengan pengetahuan tersebut.Konseling adalah proses seseorang membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah yang biasanya bertujuan memperbaiki tingkah laku atau masalah pribadi/kepribadian. Fasilitasi adalah proses seseorang menjadi penghubung yang berdiri netral membantu kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai masalah. Training adalah usaha memberi pelatihan pekerjaan untuk medapatkan pengetahuan dan keahlian. Dan coaching ditujukan untuk memaksimalkan potensi personal dan profesional seorang coachee. Coaching memfasilitasi perubahan perilaku dan juga perubahan mindset dari orang itu yang dia sebetulnya sudah tahu lalu selanjutnya dia menjadi lebih tahu lagi. Seperti misalnya di dunia entertainment pencarian bakat yang menjadi juara selalu punya coach, bukan berarti si berbakatnya tidak tahu bagaimana caranya menyanyi, tetapi bagaimana memaksimalkan potensi yang sudah mereka ketahui itu menjadi sebuah perfoma yang meningkat. Artinya kemudian menjadi juara atau profesional dan menjadi orang yang lebih baik dalam proses mencapai juara itu.  

Coaching dalam prosesnya menyelaraskan dengan filosofi KHD yaitu sistem among, Coach bertindak menuntun coachee mengaktifkan potensi yang dimilikinya. Dalam ruang perjumpaan yang penuh kasih sayang, kemitraan dan persaudaraan. Dalam relasi guru dengan guru seorang coach dapat membantu coachee menemukan kekuatan dirinya dalam pembelajaran. Sebagai guru/coach melalui sistem among dengan falsafah trilogi KHD memberdayakan kepada muridnya.  Oleh sebab itu keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai manusia maupun anggota masyarakat. 

Seorang coach menghadirkan diri sepenuhnya atau presence, selalu fokus untuk bersikap terbuka, mampu melihat peluang baru dan masa depan, memiliki kekuatan diri yang kuat, sabar, ingin tahu lebih banyak tentang coachee. Hal ini sesuai dengan paradigma berpikir coaching. Dalam prinsipnya coaching dipicu oleh adanya keunggulan yang ingin dicapai. Ada tujuan yang ingin dicapai dan ada potensi-potensi yang ingin dimaksimalkan dalam proses pencapaian tujuan. Seorang coach harus menguasai strategi tinggi memahami proses-proses dan mampu berpikir kreatif dan selalu dapat melihat apakah dibalik pribadi terdapat potensi. Dalam coaching terdapat hubungan kemitraan yang setara. Coach hanya mendengarkan secara aktif dan mengantarkan coachee mengambil keputusan sendiri.

            Prinsip dan paradigma coaching bisa digunakan dalam proses supervisi akademik. Kegiatan ini lebih bertujuan memberdayakan. Dalam coaching terdiri kompetensi inti coaching yaitu kehadiran penuh/presence, mendengarkan aktif, menyimak dengan seksama. Untuk bisa menghadirkan diri secara penuh seorang coach dan coachee bisa menggunakan teknik STOP atau mindfullnes lalu mengajukan Pertanyaan berbobot dan mendengarkan dengan RASA( Recieve, Apreciate, Summary and Ask). Dan dalam proses coaching dapat menggunakan alur yang dapat membantu coach dalam menuntun coachee, yaitu disebut dengan alur TIRTA( Tujua, Identifikasi, Rencana aksi dan Tanggung jawab).. Alur TIRTA adalah pengembangan proses coaching dengan model GROW (Goal, Reality,Option and Will).

            Dalam alur TIRTA seorang coach menyiapkan diri dari mulai  perencanaan. Dalam perencanaan ini coach menggali coach menemukan tujuan melalui percakapan sederhana.Membangun ketenangan saat melakukan refleksi. Hindari judgment atau mengintimidasi coachee. Coach dan coachee dalam keadaan mental positif. Coachee bisa diajak melakukan swanilai untuk melihat sejauh mana hal baik yang telah dilakukan dan hal baik lainnya yang perlu ditingkatkan. Ini dilakukan sebagai proses identifikasi dan rencana aksi. Selanjutnya coach bisa mengajak coachee menyimpulkan apa hasil dari percakapan sebagai penguatan tanggung jawab coachee.

            Di sekolah selalu dilakukan supervisi akademik untuk meningkatkan perkembangan kualitas pembelajaran. Proses coaching dalam supervisi akademik memperbaiki pelaksanaan supervisi akademik yang seringkali bersifat satu arah. Dengan proses coaching kualitas guru diharapkan meningkat motivasi kerja guru. Setiap kepala sekolah dan pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus meningkatkan kompetensi pendidik dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik sekolah.( Sergiovanni, dalam depdiknas,2007)

Percakapan-percakapan coaching dapat membantu para guru berpikir lebih dalam  potensi diri dan sekolah, menghadirkan motivasi internal sebagai wujud peningkatan kompetensi guru dan guru pembelajar berkelanjutan demi menciptakan pembelajaran yang berpihak kepada murid.








0 comments:

Post a Comment