JURNAL DWIMINGGUAN MODUL 2.3
COACHING UNTUK SUPERVISI AKADEMIK
Oleh : NUR MUARIFAH
CGP ANGKATAN 7 KABUPATEN BREBES
Untuk
menjadi guru penggerak yang hebat seorang guru perlu memahami bahwa murid kita
bukanlah kertas kosong. Murid datang dengan berbagai latar belakang kemampuan
dan potensi. Tugas guru adalah menjadikan latar belakang mereka sebagai pondasi
kuat dalam memimpin pembelajaran. Selain itu guru juga bertugas meningkatkan
kemampuan dan melejitkan potensi mereka. Oleh karena itu guru diharapkan memiliki
keterampilan yang dapat mengarahkan anak didik untuk menemukan jati diri dan
melejitkan potensi mereka. Salah satu keterampilan yang diperlukan adalah
keterampilan coaching. Keterampilan coaching diperlukan karena murid adalah
sosok merdeka yang dapat menentukan arah dan tujuan pembelajarannya serta
meningkatkan potensinya sendiri, murid hanya memerlukan dorongan dan
arahan dari guru sebagai pemimpin pembelajaran untuk melejitkan potensinya.
Tentunya ini bukan hal yang mudah bagi guru selaku pemimpin pembelajaran.
Dengan coaching dapat membantu guru dalam memerankan diri sebagai coach bagi
murid. Agar murid menjadi lebih merdeka, baik merdeka dalam belajar
maupun merdeka dalam menentukan arah hidupnya di masa mendatang. Murid dapat
hidup di masa depan dengan pengelolaan emosi, mampu bersosialisasi dengan baik,
memiliki tujuan positif dan bertanggung jawab hingga akhirnya dapat hidup
bahagia dan selamat.
Prinsip
dan paradigma berpikir coaching juga dapat membuat proses supervisi akademik
fokus kepada pemberdayaan untuk mengembangkan kompetensi diri dan kemandirian
dalam konteks sebuah instansi pendidikan. Coaching didefinisikan sebagai sebuah
proses kolaborasi yang berfokus pada solusi, berorientasi pada hasil dan
sistematis, dimana coach memfasilitasi peningkatan atas performa kerja,
pengalaman hidup, pembelajaran diri, dan pertumbuhan pribadi dari coachee
(Grant, 1999). Dari definisi coaching miliki Grant bisa dipahami bahwa kegiatan
coaching bertujuan mencari solusi, meningkatkan kinerja dan pemberdayaan diri.
Elemen penting dalam coaching terdiri dari adanya coach, coachee dan proses
coaching itu sendiri.
Coaching
berbeda dengan mentoring, konseling, training dan fasilitasi. Perbedaan antara
coaching, mentoring, konseling dan fasilitasi adalah, mentoring adalah proses
seseorang membantu orang lain dengan berbagi pengalaman yang pernah dilakukan
hingga seseorang tersebut mampu mendapatkan pengetahuan baru dan melakukan
perubahan atau perkembangan dengan pengetahuan tersebut.Konseling adalah proses
seseorang membantu orang lain dalam menyelesaikan masalah yang biasanya
bertujuan memperbaiki tingkah laku atau masalah pribadi/kepribadian. Fasilitasi
adalah proses seseorang menjadi penghubung yang berdiri netral membantu
kelompok memperbaiki cara-cara mengidentifikasi dan menyelesaikan berbagai
masalah. Training adalah usaha memberi pelatihan pekerjaan untuk medapatkan
pengetahuan dan keahlian. Dan coaching ditujukan untuk memaksimalkan potensi
personal dan profesional seorang coachee. Coaching memfasilitasi perubahan
perilaku dan juga perubahan mindset dari orang itu yang dia sebetulnya sudah
tahu lalu selanjutnya dia menjadi lebih tahu lagi. Seperti misalnya di dunia
entertainment pencarian bakat yang menjadi juara selalu punya coach, bukan
berarti si berbakatnya tidak tahu bagaimana caranya menyanyi, tetapi bagaimana
memaksimalkan potensi yang sudah mereka ketahui itu menjadi sebuah perfoma yang
meningkat. Artinya kemudian menjadi juara atau profesional dan menjadi orang
yang lebih baik dalam proses mencapai juara itu.
Coaching
dalam prosesnya menyelaraskan dengan filosofi KHD yaitu sistem among, Coach
bertindak menuntun coachee mengaktifkan potensi yang dimilikinya. Dalam ruang
perjumpaan yang penuh kasih sayang, kemitraan dan persaudaraan. Dalam relasi
guru dengan guru seorang coach dapat membantu coachee menemukan kekuatan
dirinya dalam pembelajaran. Sebagai guru/coach melalui sistem among dengan
falsafah trilogi KHD memberdayakan kepada muridnya. Oleh sebab itu
keterampilan coaching perlu dimiliki para pendidik untuk menuntun segala
kekuatan kodrat (potensi) agar mencapai keselamatan dan kebahagiaan sebagai
manusia maupun anggota masyarakat.
Seorang
coach menghadirkan diri sepenuhnya atau presence, selalu fokus untuk bersikap
terbuka, mampu melihat peluang baru dan masa depan, memiliki kekuatan diri yang
kuat, sabar, ingin tahu lebih banyak tentang coachee. Hal ini sesuai dengan
paradigma berpikir coaching. Dalam prinsipnya coaching dipicu oleh adanya
keunggulan yang ingin dicapai. Ada tujuan yang ingin dicapai dan ada
potensi-potensi yang ingin dimaksimalkan dalam proses pencapaian tujuan.
Seorang coach harus menguasai strategi tinggi memahami proses-proses dan mampu
berpikir kreatif dan selalu dapat melihat apakah dibalik pribadi terdapat
potensi. Dalam coaching terdapat hubungan kemitraan yang setara. Coach hanya
mendengarkan secara aktif dan mengantarkan coachee mengambil keputusan sendiri.
Prinsip dan paradigma coaching bisa
digunakan dalam proses supervisi akademik. Kegiatan ini lebih bertujuan memberdayakan.
Dalam coaching terdiri kompetensi inti coaching yaitu kehadiran penuh/presence,
mendengarkan aktif, menyimak dengan seksama. Untuk bisa menghadirkan diri
secara penuh seorang coach dan coachee bisa menggunakan teknik STOP atau
mindfullnes lalu mengajukan Pertanyaan berbobot dan mendengarkan dengan RASA(
Recieve, Apreciate, Summary and Ask). Dan dalam proses coaching dapat
menggunakan alur yang dapat membantu coach dalam menuntun coachee, yaitu
disebut dengan alur TIRTA( Tujua, Identifikasi, Rencana aksi dan Tanggung
jawab).. Alur TIRTA adalah pengembangan proses coaching dengan model GROW
(Goal, Reality,Option and Will).
Dalam alur TIRTA seorang coach
menyiapkan diri dari mulai perencanaan. Dalam perencanaan ini coach
menggali coach menemukan tujuan melalui percakapan sederhana.Membangun
ketenangan saat melakukan refleksi. Hindari judgment atau mengintimidasi
coachee. Coach dan coachee dalam keadaan mental positif. Coachee bisa diajak
melakukan swanilai untuk melihat sejauh mana hal baik yang telah dilakukan dan
hal baik lainnya yang perlu ditingkatkan. Ini dilakukan sebagai proses
identifikasi dan rencana aksi. Selanjutnya coach bisa mengajak coachee
menyimpulkan apa hasil dari percakapan sebagai penguatan tanggung jawab
coachee.
Di sekolah selalu dilakukan
supervisi akademik untuk meningkatkan perkembangan kualitas pembelajaran.
Proses coaching dalam supervisi akademik memperbaiki pelaksanaan supervisi
akademik yang seringkali bersifat satu arah. Dengan proses coaching kualitas
guru diharapkan meningkat motivasi kerja guru. Setiap kepala sekolah dan
pemimpin pembelajaran seyogyanya berfokus meningkatkan kompetensi pendidik
dalam mendesain pembelajaran yang berpihak pada murid yang bertujuan pada
pengembangan sekolah sebagai komunitas praktik pembelajaran. Seorang supervisor
memahami makna dari tujuan pelaksanaan supervisi akademik sekolah.(
Sergiovanni, dalam depdiknas,2007)
Percakapan-percakapan
coaching dapat membantu para guru berpikir lebih dalam potensi diri dan
sekolah, menghadirkan motivasi internal sebagai wujud peningkatan kompetensi
guru dan guru pembelajar berkelanjutan demi menciptakan pembelajaran yang
berpihak kepada murid.








0 comments:
Post a Comment